RSS

Selasa, 16 Februari 2010

Find The Way -- Chapter 1

Deru angin masih saja terdengar. Saat pagi datang, dan hingga mentari bersembunyi, bagi kita adalah sama saja. Karena aku dan kamu.. Kita ada di dunia..

“berbeda”

--


Rutinitas pagi masih terus terjadi di kota ini. Tak terkecuali seperti riuh ramai sebuah kelas di salah satu sekolah di Bandung. Siswa- siswi di dalamnya tampak begitu sibuk dengan urusan masing-masing.


Ada yang ribut mencari contekan PR nya yang belum selesai, ada yang asyik bercakap- cakap dan tertawa bersama teman akrab mereka. Para ketua kelas dan wakil sibuk menenangkan kelas yang gaduh. Sementara ada pula yang tenggelam dalam dunianya sendiri di pojok kelas.


DUK DUK DUK!


Reno memukul meja guru dengan penghapus papan tulis, kemudian berteriak lantang,


“woi ada Bu Pipit! Diem semuanya!”


Seketika murid- murid XI IA 1 langsung grasak- grusuk, berebutan untuk duduk di tempat masing- masing.


Bu Pipit adalah guru Biologi, dan Beliau juga wali kelas X1 IA 1 di Bakti Pertiwi School, atau yang akrab disebut BPS. Tak biasanya Beliau masuk terlambat seperti pagi ini. Hmm, mungkin dia punya urusan pribadi. Atau urusan.. kelas?


Bu Pipit memasuki kelas XI IA 1 dengan senyum penuh wibawanya. Air wajahnya terlihat menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak anak- anak. Setelah kelas disiapkan oleh Reno sang ketua kelas, Bu Pipit tak berpanjang lebar untuk mengumumkan kedatangan seorang teman baru. Pendatang di BPS yang akan menggenapkan jumlah siswa XI IA 1 menjadi 40 orang.


Beberapa anak perempuan sibuk berbisik- bisik sat melihat sesosok gadis manis melangkahkan kakinya masuk ke ruang kelas. Beberapa pasang mata menatap penuh penasaran, ada pula yang tersenyum senang mendapatkan teman baru. Si gadis itu lalu berdiri tepat di samping Bu Pipit.


“silahkan perkenalkan diri,” ujar Bu Pipit pada si anak baru. Senyum ramah Beliau menghiasi wajahnya yang cantik keibuan.


Si anak baru mengangguk, tersenyum. Sesaat ia mengedarkan pandangannya kepada calon teman- teman barunya. Tatapannya sempat berhenti pada sesorang yang tampak acuh tak acuh. Orang itu sibuk sendiri di bangkunya yang terletak di pojok kanan kelas. paling belakang.


“nama saya.. Sarah Salsabila. Kalian bisa panggil saya Sarah. Saya pindahan dari Jakarta. Semoga saya bisa diterima dengan baik di sini,” ujarnya memperkenalkan diri.


“ada yang mau bertanya, mungkin?” tawar Bu Pipit, seperti bisa membaca wajah pecicilan anak- anak, terutama yang cowok- cowok.


“hobinya apa?” Tanya seorang cewek berambut pendek sebahu, Via namanya.


Sarah tersenyum, lalu menjawabnya.


“..meneropong bintang,”


“weeessss..” koor anak- anak sekelas. Sebagian merespon berlebihan dengan berseru lebih keras.


“pasti bintangnya nggak pernah keliatan ya?” celetuk Reno dengan cukup keras, mengalihkan perhatian semua orang di kelas, tak terkecuali si ‘acuh tak acuh’ itu.


“enggak pernah keliatan gimana maksudnya?” Tanya salah satu anak.


Cowok itu menatap kawan- kawannya diiringi senyuman penuh arti. Membuat anak- anak makin penasaran. Ia kemudian mengarahkan pandangannya pada Sarah yang juga menatapnya bingung.


“iyalah nggak keliatan!..bintangnya pasti ngumpet..”


“..soalnya.. bintangnya pasti malu karena kalah cantik sama yang neropong,” jawab Reno dengan santainya.


1 detik.. 2 detik..






“wooooooooooo!!”






XI IA 1 kompak menyoraki Reno. Namun cowok itu stay cool aja waktu teman sebangkunya menoyor kepalanya.


Bu Pipit geleng- geleng kepala mendengarnya. Beliau hanya mengedikkan bahu saat Sarah melirik padanya dengan tatapan aneh. Gadis itu tersenyum kecut, meskipun dalam hati ia pengen ngakak denger kata- kata Reno. Gombal abis dah!


“..basi woo!”


“tauu, gombaalll!!”


Reno hanya mendelik sedikit mendengar ada yang mengatainya gombal. Ia malah kembali asyik melihat pada Sarah. Dan Sarah menyadari hal itu, makanya ia sok- sok melihat ke arah lain, mengacuhkan Reno. Ia melihat ke arah seseorang itu lagi. ‘Dia’ memandang Reno dengan tatapan mencela, tapi tak sedikitpun tertawa seperti anak lain.


“sudah, sudah!” seru Bu Pipit, menghentikan kegaduhan kelas.


“baiklah Sarah, kamu bisa duduk di.. emm..”


Bu Pipit mengedarkan pandangannya. Dan matanya tertumbuk pada sebuah bangku kosong di belakang. Di samping.. ‘orang’ itu.


“nah, di sana, di sebelah Raissa,”


Sarah dengan cepat mengetahui bahwa seseorang yang disebut namanya oleh Bu Pipit barusan adalah si ‘acuh tak acuh’ itu. Di luar dugaan, Sarah justru tersenyum senang dan segera melangkah ke tempat barunya. Ia tak mempedulikan Reno yang masih saja asyik menatapnya.


--


“aku Sarah,”


Sarah mengulurkan tangannya pada Raissa, mencoba mengakrabkan diri. Ia memberikan senyumnya.


Raissa hanya menoleh sekilas pada Sarah tanpa membalas uluran tangannya.


“udah tau,” responnya simpel. Ia kembali asyik dengan buku di tangannya. Entah buku apa, tapi dari covernya sih, seperti buku sketsa.


Sarah hanya manggut- manggut mendengar jawaban Raissa yang jauh dari kata ‘ramah’.


“..emm, kamu.. Raissa kan?” tanyanya lagi, berharap mungkin kali ini Raissa bisa sedikit lebih lunak.


“iya,”


‘makin pendek aja jawabnya..’ batin Sarah. Ia menarik nafas. Sempat bingung mau bicara apa lagi pada Raissa. Ia anak baru di sekolah ini, dan mempunyai teman sebangku yang jutek parah. Ampuuun dah!


“ayo buka buku kalian, halaman 77,” suara Bu Pipit mengalihkan perhatian anak- anak. Sarah celingukan, memastikan buku pendukungnya sama seperti yang dipakai anak lainnya. Dan beruntung, karena bukunya memang sama.






TEET TEEEEET…






Sepanjang pelajaran, Sarah gelisah karena belum juga bisa beramah tamah dengan teman sebangkunya, Raissa. Dan saat bel istirahat berbunyi, Sarah langsung sibuk menjawab pertanyaan teman- teman baru yang ingin berkenalan dengannya. Jadi serasa artis baru, eksis! hahaha


Haaaah, sekarang ia ingin kembali memulai usahanya untuk mengakrabkan diri ‘lagi’ dengan kawan sebangkunya itu.


“Raissa..”


Raissa menoleh mendengar namanya dipanggil.


“Aku kan anak baru di sekolah ini.. jadi aku pengen lebih tau tentang sekolah ini.. jadi..”


“Sarah!”


Sarah menoleh. Via memanggil seraya menghampirinya.


“kenalin, aku Via,” ucapnya sambil mengulurkan tangan. Sarah membalasnya.


“Sarah..” jawabnya sambil tersenyum. Ia memperhatikan wajah Via. Satu kata yang terbesit.


Cantik.


“ke kantin yuk!” ajak Via kemudian.


“emm.. enggak deh, makasih. Aku bawa bekal kok,” tolak Sarah dengan halus.


“oh yaudah deh,”


Via melirik Raissa sekilas dan memandang gadis itu dengan tatapan tak enak. Raissa pun demikian. Seperti ada rasa saling tidak suka antara keduanya.


Raut Via kembali berubah ceria saat melihat Sarah.


“kalo gitu.. aku ke kantin dulu ya. Kalo butuh apa- apa, kamu bisa panggil aku. Oke?”


Sarah mengangguk, menyetujui tawaran Via. Mata gadis itu terus mengikuti Via hingga gadis itu menghilang di balik pintu kelas.


“Via cantik ya?”


Raissa tak menggubris.


“tadi kamu mau ngomong apa?” tanyanya dengan nada datar. Mengingatkan Sarah.


“eh iya. Heheh. Aku mau keliling sekolah ini. Kamu mau.. temenin aku?” tanyanya hati- hati.


“..Nggak bisa. Aku sibuk. Minta sama yang lain aja,”


Sarah menggaruk kepalanya yang enggak gatal.ia memutar otak.


“bentar aja..”


Raissa keukeuh menggeleng.


“tuh, minta anterin aja sama Reno. Pasti dia mau,” ujarnya sambil menunjuk dagu ke arah Reno. Gadis dingin itu kemudian bangkit, membawa buku sketsanya pergi meninggalkan Sarah yang masih menatapnya bingung.


“mau aku temenin gak?”


Sarah menoleh. Dan terpaku melihat siapa yang ada di depannya.


--to be continued..--









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 diary remaja. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy